D.
SEJARAH
KEDATANGAN MAS’UD (DATUK BESAR) DAN TERBENTUKNYA KOTO DEGI SERTA ULAYAT SUNGAI
SEPUH (SUKU PIABADAR).
Berselang beberapa tahun setelah meninggalnya MAKMUM Datuk Simpono Rajo
Dipoco, MAS’UD teringat akan daerah
yang dulu dilaluinya sewaktu berziarah ke Koto Lowe Intuak dan bermaksud untuk
pindah dan bermukim dikawasan tersebut dan mempererat hubungan dengan MURAT
Datuk Bandaro ke – 1 dan SAID Datuk Majo ke – 1. Keinginan ini kemudian disampaikan ke ayahnya
MURSID Datuk Simpono Dipoco, yang juga merupakan mamak kanduang (Paman) dari
istrinya yang bernama SALAMAH. Mendengarkan apa yang disampaikan MAS’UD itu,
ayahnya pun tidak keberatan dan memberikannya izin, kemudian ayahnya pun
berpesan kepada MAS’UD untuk menyampaikan salamnya kepada MURAT Datuk Bandaro
ke – 1 dan SAID Datuk Majo ke – 1 dan juga agar “menyerahkan” istrinya SALAMAH
kepada SAID Datuk Majo ke – 1 karena SALAMAH itu adalah adik kandungya supaya
dijaga baik-baik.
Setelah mendapat izin dari ayahnya, pada
tdahun 1488 M MAS’UD dan istrinya SALAMAH beserta rombongannya pun
berangkat menuju Singingi dengan terlebih dahulu mendaki ke Bukit Buluh Rampai
dan kemudian turun ke Singingi tepat di hulu Sungai Tapi, Selanjutnya dari hulu
sungai Tapi mereka bergerak menuju kehilir hingga sampailah pada suatu daerah
yang dulu pernah diniatkan oleh MAS’UD untuk tinggal distu, dan kemudian mereka
singgah disitu dan akhirnya mereka membuat permukiman disitu, daerah ini
kemudian dinamakan dengan “KOTO DEGI”.
Karena tujuannya belum tercapai, maka MAS’UD dan istrinya beserta bebarapa
orang rombongannya berangkat menuju Koto Lowe Intuak dengan menempuh jalur yang dulu pernah
dilaluinya sewaktu menziarahi makam MAKMUM
Datuk Simpono Rajo Dipoco. Sesampainya di Koto Lowe Intuak MAS’UD dan
rombongannya langsung menemui MURAT Datuk Bandaro ke – 1 dan SAID Datuk Majo ke
– 1, setelah bertemu MAS’UD langsung menyampaikan salam dari ayahnya MURSID
Datuk Simpono Dipoco yang
berada di Subayang kepada mereka berdua, kemudian MAS’UD juga menyampaikan
bahwa istrinya SALAMAH adalah kemenakan dari ayahnya sendiri MURSID Datuk
Simpono Dipoco yang juga berarti merupakan Adik dari MURAT Datuk Bandaro ke – 1
dan SAID Datuk Majo ke – 1.
Mendengar maksud dan penjelasan dari MAS’UD ini, maka MURAT Datuk Bandaro
ke – 1 dan SAID Datuk Majo ke – 1 menerima mereka dengan penuh rasa cinta dan
kasih, karena MAS’UD itu
berarti juga merupakan orang Simondo oleh MURAT Datuk Bandaro ke – 1 dan SAID
Datuk Majo ke – 1.
Setelah berbincang panjang lebar, selanjutnya MAS’UD menyampaikan satu lagi
keinginannya yaitu mohon izin kepada MURAT Datuk Bandaro ke – 1 dan SAID Datuk
Majo ke – 1 untuk menetap di Singingi tepatnya didaerah Sungai Tapi. Selain
karena masih ada hubungan keluarga, tapi juga karena MAS’UD ini adalah orang
yang telah berjasa dan turut serta dalam pelaksanaan menambak kuburan MAKMUM
Datuk Simpono Rajo Dipoco, maka dengan demikian MAS’UD ini adalah orang yang
telah turut serta dalam membesarkan nama MURAT Datuk Bandaro ke – 1 dan SAID
Datuk Majo ke – 1, oleh karena itu untuk memenuhi permintaan dari MAS’UD ini MURAT
Datuk Bandaro ke – 1 dan SAID Datuk Majo ke – 1 memberikan wilayah “Sungai Sepuh” kepadanya (daerah
inilah yang sekarang menjadi tanah ulayat suku Piabadar – Datuk Besar)
Selanjutnya MURAT Datuk Bandaro ke – 1 dan SAID Datuk Majo ke – 1 mengajak
MAS’UD untuk meninjau dan melihat langsung sekeliling kawasan Sungai Sepuh itu,
dan kemudian MURAT Datuk Bandaro ke – 1 pun menyampaikan batas-batas wilayah
yang diberikannya itu, yaitu, “Tanah yang berketelengan dan Air yang berkecucuran ke sungai Sepuh adalah
daerah kekuasaan MAS’UD dan dalam Kandungan dan Pimpinan MURAT Datuk Bandaro ke
– 1”. Dengan demikian tercapailah apa yang dikehendaki oleh
MAS’UD, dan selanjutnya beliau dan istrinya serta rombongannya pun kembali ke
Koto Degi di sungai Tapi.
No comments:
Post a Comment