BAB VI
PENYERAHAN KEKUASAAN RANTAU SINGINGI DAN PENGGANTIAN
NAMA-NAMA KOTO DI RANTAU SINGINGI
A. PENYERAHAN
KEKUASAAN RANTAU SINGINGI DARI RAJA PAGARUYUNG KEPADA DATUK NAN BADUO
Setelah terbentuk dan tersusunnya
pemerintahan adat Rantau Singingi yaitu pemerintahan adat yang bersendikan
syarak, syarak bersendikan kitabullah dibawah kekuasaan Raja Pagaruyung, dan
demi meningkatakan pelaksanaan pemerintahan yang baik karena luasnya daerah
kekuasaan yang dikuasai oleh Raja Pagaruyung, dan seperti kata pepatah “Rantau
jauah nan tidak tajalang, daerah dokek nan indak takanono”, maka pada tahun 1605
M Raja Pagaruyung menyerahkan kekuasaan pemerintahan adat Rantau Singingi kepada
Datuk Nan Baduo, dimana “WAKIL PUTUS” diberikan kepada DATUK BANDARO (yang
pada masa itu dijabat oleh SYAFI'I Datuk
Bandaro 3) sebagai “RAJA ADAT DAN RAJA DIDARAT”, dan sebagai PUCUK PIMPINAN Pemerintahan Adat Rantau
Singingi dan kepadanya juga diberikan gelar DATUK KHALIFAH dan merangkap sebagai
ORANG GODANG yang berwenang memimpin dibidang Adat dan Pemerintahan serta memimpin dan
menguasai semua yang ada didarat. Dan
kemudian “AMANAH SUDAH” diberikan kepada DATUK JALO SUTAN sebagai “RAJA IBADAT
DAN RAJA DIRANTAU” dan juga sebagai ORANG GODANG yang berwenang memimpin dibidang Ibadat serta memimpin dan
menguasai semua yang ada disungai dan dirantau. Jabatan ini yang kemudian disebut dan dikenal dengan PIMPINAN
DATUK NAN BADUO yang bertugas sebagai koordinator terhadap bidang-bidang yang
dipegang oleh Datuk Nan Batujuh dan yang terpenting yaitu bahwa DATUK NAN BADUO
adalah sebagai pemegang amanah dari Raja Pagaruyung. Adapun amanah dari Raja
Pagaruyung itu yaitu :
1. Apabila
suatu waktu Raja Pagaruyung pindah ke wilayah Rantau Singingi, maka secara otomatis beliau tetap sebagai Raja, sedangkan Datuk Bandaro (Datuk Khalifah)
kembali sebagai ORANG GODANG Rantau Singingi.
2. Menjaga dan memeliharan daerah dan hutan tanah dengan sebaik-baiknya dan
dipergunakan
untuk kesejahteraan anak, cucu dan kemenakan serta masyarakat banyak.
3. Menggarap
atau mengelola kekayaan alam dan hutan tanah dengan sebaik-baiknya dan
tidak
membuat kerusakan dan kebinasaan dimuka bumi.
4. Apabila
anak, cucu dan kemenakan serta masyarakat Rantau Singingi menggarap dan atau
mengelola hutan tanah dan berusaha untuk mendapatkan hasil daripadanya, maka
supaya dapat membayar atau mengganti “Pancuang ale”, seperti pepatah
mengatakan, “Ka lawik babungo karang, Ka rimbo banbungo kayu, Baladang babungo
ompiang, Manombang babungo pasir”. Dan dari hasil pancuang ale tersebut
kemudian diserahkan kepada yang memberi amanah. Penyerahan ini dilaksanakan
oleh orang godang duo sakoto kepada Datuk Bandaro (Datuk Khalifah) dan kemudian
Datuk Bandaro (Datuk Khalifah) menyerahkan sebagian kepada Raja Pagaruyung
sebagai “Ome Manah” yang bertujuan untuk menjaga hubungan baik antara anak,
cucu, kemenakan dan masyarakat banyak dengan Datuk Bandaro (Datuk Khalifah) dan
juga untuk menjaga hubungan baik antara Datuk Bandaro (Datuk Khalifah) dengan
Raja Pagaruyung. Dan kemudian sebagiannya lagi dari pancuang ale tersebut
dipergunakan untuk pembangunan masyarakat Rantau Singingi.
Cap Pertama Datuk Bandaro yang diserahkan oleh Raja Pagaruyung kepada Datuk Bandaro Rantau Singingi
Cap Kedua Datuk Bandaro
yang diserahkan oleh Raja Pagaruyung kepada Datuk Bandaro Rantau Singingi
B.
PENGGANTIAN
NAMA-NAMA KOTO DI RANTAU SINGINGI
Beriringan dengan pelaksanaan penyerahan
kekuasaan pemerintahan adat Rantau Singingi dari Raja Pagaruyung kepada Datuk
Nan Baduo, kemudian selanjutnya Datuk Nan Baduo, Datuk Nan Batujuh dan juga
Orang Godang Duo Sakoto yang ada di Rantau Singingi bersefakat untuk melakukan
penggantian nama terhadap koto-koto yang ada di Rantau Singingi. Koto-koto yang
dimaksud adalah :
1. Koto Ronah Tanjung Bungo / Tanah Kojan / Tanah Kerajaan berganti nama menjadi Muaralembu,
2. Kapalo Koto berganti
nama menjadi Pulau Padang,
3. Iku Koto berganti
nama menjadi Kebun Lado,
4. Koto Kunci Loyang Pasak Malintang berganti nama menjadi Petai,
5. Koto Balai Paranginan berganti nama menjadi Koto Baru,
6. Koto Pinggan Ome berganti nama menjadi Sungai Paku,
7. Koto Lantak Tunggal Bomban Bosi /
Sungai nopan berganti
nama menjadi Tanjung Pauh,
8. Koto Pucuak Rantau / Pulau Potai berganti
nama menjadi Pangkalan Indarung.
No comments:
Post a Comment