BAB III
SEJARAH ASAL USUL PENDUDUK RANTAU SINGINGI
A. SEJARAH
KEDATANGAN MAKMUM DATUAK SIMPONO RAJO DIPOCO
1. KEDATANGAN
MAKMUM DATUK SIMPONO RAJO DIPOCO DAN TERBENTUKNYA KOTO LOWE INTUAK (SUKU PILIANG)
Berawal dari berita yang dibawa oleh orang-orang yang telah menelusuri dan
menjelajahi sungai Singingi dan sungai Subayang hingga ke Gunung Sahilan, bahwa
disungai Singingi tersebut terdapat kandungan emas yang berlimpah, dan berita
ini pun sampai kedaerah Sungai Tarap di Pagaruyung.
Mendengar berita tersebut, maka Datuk-datuk para kepala suku yang berada di
Sungai Tarap (Pagaruyung) bermaksud untuk mencari daerah baru yang belum
dikuasai oleh orang lain. Kemudian mereka duduk bersama untuk berunding yaitu MAKMUM Datuak Simpono Rajo Dipoco (Mamak
Kanduang / Paman dari Datuk Bandaro Sungai Tarap - Pagaruyung), MURSID Datuk Simpono Dipoco dan RABAH Datuk Simpono Mulio dan
sepakatlah mereka untuk turun kedaerah-daerah tersebut.
Pada abad ke 15 (Sekitar tahun 1424 M) berangkatlah ketiga rombongan dari
datuk-datuk tersebut diatas dari Sungai Tarap Pagaruyung (Sumatra Barat) menuju
Sumpu Kudus hingga ke bukit Penyabungan dan turun ke hulu Sungai Singingi. Dari
hulu sungai Singingi sampailah mereka ke daerah Kujano (Koto Jano) dan
mereka beristirahat disini serta bermusyawarah untuk menentukan kearah mana tujuah mereka masing-masing.
Setelah melakukan musyawarah, maka didapatlah kesimpulan bahwa :
1. Rombongan MAKMUM Datuk Simpono Rajo Dipoco, turun
ke daerah Singingi.
2. Rombongan MURSID Datuk Simpono Dipoco, turun ke
daerah Subayang.
3. Rombongan RABAH Datuk Simpono Mulio, turun ke
daerah Kuantan.
Dan sebelum mereka berangkat dan berpisah, mereka berjanji, bahwa “Barang Siapa Mendapat Kesulitan dan Musibah Agar Dapat Memberi Kabar Kepada Yang
Lainnya, Supaya Dapat Tolong Menolong, Yang Berat Sama Dipikul, Yang Ringan
Sama Dijinjing. Dan Barang Siapa diantara Kita Yang Meninggal Dunia Supaya
Dapat Diziarahi”. Selanjutnya merekapun berpisah dan berangkat menuju
arah masing-masing.
Rombongan MURSID Datuk Simpono Dipoco berangkat dari Koto Jano menuju
Pematang Sikai dan turun ke hulu Sungai Subayang. Rombongan RABAH Datuk Simpono
Mulio berangkat dari Koto Jano menuju Bukit Pembantaian Kobou Tonga Duo Iku
- Lubuk Ambacang selanjutnya ke Tobek
Sigadobang – Mudik Ulo dan turun ke sungai Kuantan.
Sedangkan MAKMUM Datuk Simpono Rajo Dipoco yang lahir pada tahun 1376 M
(Mamak Kanduang / Paman dari Datuk Bandaro Sungai Tarap - Pagaruyung) beserta rombongannya yang berasal dari
suku PILIANG langsung menelusuri sungai Singingi kearah hilir hingga
sampai kesuatu tempat yang memiliki dataran yang cukup luas yaitu didaerah
sungai Intuak. Didataran sungai Intuak inilah mereka akhirnya bermukim dan menetap,
kemudian daerah ini diberi nama “Koto Lowe Intuak” (daerah inilah yang
sekarang menjadi tanah ulayat suku Piliang – Datuk Majo – Datuk Bandaro). Setelah
sekian lama tinggal dan bermukim di Koto Lowe Intuak ini MAKMUM Datuk Simpono
Rajo Dipoco selalu berhubungan dengan kemenakannya Datuak Bandaro di Sungai
Tarap – Pagaruyung, dan selalu menyampaikan informasi tentang daerah baru yang
mereka tempati. Karena Koto Lowe Intuak telah dikenal akan kekayaan alam dan kesuburan
tanahnya, maka mulailah berdatangan cucu kemenakan Datuk Bandaro di Sungai Tarap – Pagaruyung
ketempat ini.
Setelah Koto Lowe Intuak tertata dan teratur sedemikan rupa, MAKMUM Datuk
Simpono Rajo Dipoco berkeinginan untuk memperluas wilayahnya, dan selanjutnya dengan bersenjatakan pisau “Pa’ate Kalimantiang” beliau berhasil menjelajahi
dan menguasai daerah Sungai Singingi sebelah barat hingga ke muara sungai
Singingi dengan batas-batas sebagai berikut :
1. Dihulu
Sungai Subayang sebelah kiri berbatasan dengan Datuk Bandaro Candiek, yaitu
Pematang Sikai dan Gunung Seru.
2. Dimuara
sungai Singingi berbatasan dengan Datuk Besar di Subayang, yaitu Sianik Putiah
dan Bukit Buluh Ampai. Dengan batas alam yaitu “Tanah yang berketelengan dan
air yang berkecucuran ke Subayang adalah daerah kekuasaan Datuk Besar di
Subayang, dan tanah yang berketelengan dan air yang berkecucuran ke Singingi
adalah daerah kekuasaan MAKMUM Datuk Simpono Rajo Dipoco”.
Setelah MAKMUM Datuk Simpono Rajo Dipoco selesai menjelajahi dan memperluas
daerah kekuasaannya, maka beliau kembali kepusat wilayah kekuasaan yaitu ke
Koto Lowe Intuak. Perihal ini selanjutnya beliau sampaikan kepada Datuk Bandaro
Sungai Tarap – Pagaruyung karena daerah Singingi, Subayang dan Kuantan adalah
termasuk daerah Alam Poco dibawah kekuasaan Raja Pagaruyung.
Pisau "Pa’ate
Kalimantiang". Peninggalan MAKMUM Datuk Simpono Rajo Dipoco
Pada suatu waktu Datuk Bandaro Sungai Tarap – Pagaruyung ingin menikahkan
anaknya PUTRI BUNGSU dengan MURAT Sutan Salinan (yang lahir di Sungai Tarap
pada tahun 1401 M) dan merupakan kemenakannya sendiri yang juga cucu dari
MAKMUM Datuk Simpono Rajo Dipoco. Dan Datuk Bandaro Sungai Tarap – Pagaruyung
ini berkeinginan pernikahan tersebut dilaksanakan dihadapan MAKMUM Datuk
Simpono Rajo Dipoco yang saat itu berada di Koto Lowe Intuak. Selanjutnya Datuk
Bandaro Sungai Tarap – Pagaruyung memerintahkan MURAT Sutan Salinan dan SAID
Datuk Rajo Dikandang (yang lahir di Sungai Tarap pada tahun 1408 M) untuk
menjemput MAKMUM Datuk Simpono Rajo Dipoco ke Koto Lowe Intuak. Atas titah dari
Datuk Bandaro Sungai Tarap – Pagaruyung, maka berangkatlah MURAT Sutan Salinan
dan SAID Datuk Rajo Dikandang ke Koto Lowe Intuak di Singingi dengan mengikuti
jalur yang dulu dilalui oleh MAKMUM Datuk Simpono Rajo Dipoco.
Sesampainya di Koto Lowe Intuak mereka langsung bertemu dengan MAKMUM Datuk
Simpono Rajo Dipoco. Dan MURAT Sutan Salinan menyampaikan pesan dari Datuk
Bandaro Sungai Tarap – Pagaruyung yaitu supaya MAKMUM Datuk Simpono Rajo Dipoco
dapat pulang bersama mereka ke Sungai Tarap untuk menghadiri pernikahannya
dengan PUTRI BUNGSU anak dari Datuk Bandaro Sungai Tarap – Pagaruyung. Setelah mendengar perkataan dan pesan dari
Datuk Bandaro Sungai Tarap – Pagaruyung
yang disampaikan oleh MURAT Sutan Salinan, MAKMUM Datuk Simpono Rajo
Dipoco pun menjawab bahwa beliau tidak akan pulang ke Sungai Tarap – Pagaruyung
dan beliau akan menetap di Koto Lowe Intuak untuk mengawasi, mengembangkan dan
menjalankan roda pemerintahan yang telah dikuasainya. Setelah mendengar jawaban
dari MAKMUM Datuk Simpono Rajo Dipoco, MURAT Sutan Salinan dan SAID Datuk Rajo
Dikandang pun tidak mau kembali ke Sungai Tarap – Pagaruyung.
Hari berganti hari, minggu berganti minggu dan bulan berganti bulan, utusan
yang dikirim ke Koto Lowe Intuak yang juga merupakan calon menantu Datuk
Bandaro Sungai Tarap – Pagaruyung tak pernah kembali dan tak ada kabar berita.
Karena keadaan tersebut, hingga pada suatu waktu akhirnya memaksa PUTRI BUNGSU
untuk meninggalkan Sungai Tarap – Pagaruyung
dan menyusul calon suaminya ke Koto Lowe Intuak di Singingi yang
didampingi oleh saudaranya RAFIK Harimau Putih.
Sesampainya mereka di Kawasan Intuak (Belum memasuki Koto Lowe Intuak),
terlebih dahulu mereka bersembunyi didalam sebuah gua yang berada didalam rimba
(Yang kemudian diberi nama Rimba Bunian). Dan pada keesokan harinya ada seorang
penduduk Koto Lowe Intuak yang pergi mencari damar di kawasan rimba tersebut,
dan beliau melihat seorang perempuan dan kemudian bermaksud untuk
menghampirinya, namun maksudnya itu terpaksa diurungkan karena perempuan
tersebut ternyata didampingi oleh Harimau Putih. Karena ketakutan, beliau
langsung pulang ke Koto Lowe Intuak dan memberitahukannya kepada MAKMUM Datuk
Simpono Rajo Dipoco dan MURAT Sutan Salinan.
Setelah mendengan berita itu MURAT Sutan Salinan langsung berangkat menuju
tempat seorang perempuan tersebut berada. Dan sesampainya disitu MURAT Sutan
Salinan lantas memanggil-manggil perempuan tersebut. Setelah mendengar suara
panggilan dan merasa mengenali suara tersebut, akhirnya PUTRI BUNGSU keluar
dari dalam gua tempat persembunyiannya dan melihat bahwa orang yang
memanggil-manggil tersebut adalah MURAT Sutan Salinan dan langsung
menghampirinya, kemudian selanjutnya mereka bersama-sama menuju Koto Lowe
Intuak.
Setelah sekian lama kepergian PUTRI BUNGSU dan RAFIK Harimau Putih ke Koto
Lowe Intuak di Singingi pun tidak ada kabar beritanya, kemudian Datuk Bandaro
Sungai Tarap – Pagaruyung memerintahkan
LINDUNG BULAN dan suaminya RIDHO (Mamak / Paman dari PUTRI BUNGSU) didampingi
oleh HUSNI Palindi Panjang untuk segera berangkat dan menyusul PUTRI BUNGSI ke
Koto Lowe Intuak. Sesampainya di Koto Lowe Intuak, merekapun disambut oleh
MAKMUM Datuk Simpono Rajo Dipoco dan MURAT Sutan Salinan, kemudian mereka
bertemu dengan PUTRI BUNGSI dan akhirnya mereka berkumpul bersama di Koto Lowe
Intuak. Kemudian MAKMUM Datuk Simpono Rajo Dipoco mengabarkan kepada Datuk
Bandaro Sungai Tarap – Pagaruyung bahwa mereka yang datang dari Sungai Tarap –
Pagaruyung telah berkumpul di Koto Lowe Intuak dan mereka telah sepakat untuk
menjaga, mengawasi dan mengembangkan daerah yang telah mereka kuasai, dan
mereka juga telah sepakat untuk menikahkan MURAT Sutan Salinan dengan PUTRI BUNGSU.
Pada tahun 1430 M MURAT Sutan Salinan
menikah dengan PUTRI BUNGSU, dua tahun kemudian mereka dikarunia seorang
anak laki-laki yang diberi nama DARMAN DOMO yang lahir di Koto Lowe Intuak pada
tahun 1432, dan tiga tahun kemudian mereka kembali dikaruniai seorang anak
perempuan yang diberi nama PUTRI SALINI yang lahir di Koto Lowe Intuak pada
tahun 1435. Dan begitu juga dengan pasangan RIDHO dan LINDUNG BULAN mereka
dikaruniai seorang anak perempuan yang diberi nama EMBUN SARI dan seorang anak
laki-laki yang diberi nama DAMHURI.
Kemudian DARMAN DOMO menikah dengan EMBUN SARI dan dikaruniai seorang anak
laki-laki yang diberi nama SYAFI’I serta seorang anak perempuan yang diberi
nama MAYANG SARI. Dan DAMHURI menikah dengan PUTRI SALINI yang kemudian
dikaruniai seorang anak laki-laki yang diberi nama MUSLIM.
2. PENYERAHAN
KEKUASAAN DAN TANAH ULAYAT SERTA PENGANGKATAN DATUK BANDARO ke - 1 DAN DATUK MAJO ke -1
Disaat usia 84 tahun MAKMUM Datuk Simpono Rajo Dipoco telah tinggal dan
berkuasa di Koto Lowe Intuak selama 36 tahun, dan saat itu pada tahun 1460 M
Datuk Bandaro Sungai Tarap – Pagaruyung menyampaikan pesan berupa nasehat dan
usulan kepada MAKMUM Datuk Simpono Rajo Dipoco, mengingat MAKMUM Datuk Simpono
Rajo Dipoco pada saat itu sudah berumur lanjut, maka untuk segera mewariskan
kekuasaannya kepada MURAT Sutan
Salinan dan SAID Datuk Rajo Dikandang yang juga merupakan cucunya sendiri. Setelah
mempertimbangkan segala sesuatunya tentang nasehat dan usulan dari Datuk
Bandaro Sungai Tarap – Pagaruyung, maka MAKMUM Datuk Simpono Rajo Dipoco
bersedia untuk menyerahkannya kekuasaannya kepada MURAT Sutan Salinan dan SAID Datuk Rajo Dikandang dan meminta
kehadiran Datuk Bandaro Sungai Tarap – Pagaruyung ke Koto Lowe Intuak untuk
menyaksikan dan meresmikan pernyerahan tampuk kekuasaan tersebut.
Setelah mendapat kabar dari MAKMUM Datuk Simpono Rajo Dipoco tersebut, maka
Datuk Bandaro Sungai Tarap – Pagaruyung pun segera berangkat menuju Koto Lowe
Intuak. Kedatangan Datuk Bandaro Sungai Tarap – Pagaruyung disambut oleh MAKMUM
Datuk Simpono Rajo Dipoco, MURAT Sutan Salinan dan SAID Datuk Rajo Dikandang serta seluruh sanak keluarga yang berada di
Koto Lowe Intuak. Dan kemudian merekapun melaksanakan upacara penyerahan tampuk
pimpinan dan kekuasaan di Rantau Singingi dari
MAKMUM Datuk Simpono Rajo Dipoco kepada MURAT Sutan Salinan. Dan pada
kesempatan itu juga Datuk Bandaro Sungai Tarap – Pagaruyung mengangkat MURAT Sutan Salinan sebagai pemegang
kekuasaan di Rantau Singingi dengan gelar “DATUK
BANDARO” ke -1 dan kepada SAID Datuk Rajo Dikandang diangkat sebagai pimpinan di Koto Lowe Intuak
dengan Gelar “DATUK MAJO” ke – 1
yang artinya “Datuk Dirumah Rajo”. Dan
seluruh wilayah kekuasaan dan ulayat MAKMUM Datuk Simpono Rajo Dipoco pun
diserahkan kepada MURAT Sutan Salinan DATUK BANDARO ke – 1. Dan semenjak peristiwa inilah gelar MURAT berubah dari
Sutan Salinan menjadi DATUK BANDARO ke -1, kemudian gelar SAID berubah dari
Datuk Rajo Dikandang menjadi DATUK MAJO
ke -1.
Setelah penyerahan tampuk pimpinan dan kekuasaan ini, akhirnya pada tahun
1484 M MAKMUM Datuk Simpono Rajo Dipoco meninggal dunia pada usia 108 tahun.
Sepeninggalan MAKMUM Datuk Simpono Rajo Dipoco, Rantau Singingi yang dikuasai
dan dipimpin oleh MURAT Datuk Bandaro ke - 1 dan dibantu oleh SAID Datuk Majo
ke - 1 dalam mengurusi wilayah Koto Lowe Intuak.
3. TERBENTUKNYA
KOTO TINGGI TASAM
(SUKU BENDANG)
Seiring waktu dan perkembangan zaman, penduduk Koto Lowe Intuak pun semakin
ramai dan padat, oleh karena itu MURAT Datuk Bandaro ke - 1 dan dibantu oleh SAID
Datuk Majo ke - 1 berinisiatif untuk
membentuk suatu negeri (koto) untuk permukiman. Maka dicarilah suatu tempat
yang baik dan tanahnya subur serta yang ada sungainya. Dan didapatilah tempat
tersebut yaitu di sebelah hulu sungai Intuak, tempatnya agak tinggi dan
sungainya bermuara ke sungai Tapi, yang kemudian dijadikanlah suatu koto yang
diberi nama “Koto Tinggi Tasam” (daerah
inilah yang sekarang menjadi tanah ulayat suku Bendang – Datuk Bandaro Kali).
Untuk memimpin permukiman
baru “Koto Tinggi Tasam” ini, maka oleh MURAT Datuk Bandaro ke - 1 kemudian mengangkat DARMAN DOMO (yang merupakan anaknya sendiri) yang
telah menikah dengan EMBUN SARI anak dari LINDUNG BULAN atau kemenakan dari MURAT
Datuk Bandaro ke - 1 itu sendiri. Setelah mendapat amanat dari ayahnya MURAT
Datuk Bandaro ke - 1 dan dari SAID Datuk Majo ke - 1 yang merupakan mamak soko
dari EMBUN SARI, pada
sekitar tahun 1465 M maka berangkat dan pindahlah mereka bersama dengan
anggota keluarga yang lain ke Koto Tinggi Tasam. Dan untuk menopang kehidupan
masyarakat di Koto Tinggi Tasam ini, maka oleh MURAT Datuk Bandaro ke - 1 dan SAID Datuk Majo ke – 1 memberikan wilayah
kekuasaan sungai Tasam kepada anaknya DARMAN
DOMO dengan batas alam yaitu “Tanah yang berketelengan dan Air yang
berkecucuran ke sungai Tasam adalah wilayah kekuasaan DARMAN DOMO” dibawah
pimpinan MURAT Datuk Bandaro ke – 1.
4. SEJARAH
MAKAM TIGO JURAI (PONDAM TIGO JURAI)
Pada tahun 1484 M MAKMUM Datuk Simpono Rajo Dipoco meninggal dunia dalam
usia 108 tahun. Sebelum meninggal dunia, beliau berpesan kepada MURAT Datuk
Bandaro ke - 1, “Apabila saya meninggal dunia, agar dapat diberitakan kepada
Datuk Simpono Dipoco di Subayang dan Datuk Simpono Mulio di Kuantan, karena
dahulu sebelum kami berpisah, kami telah berjanji bahwa barangsiapa yang
meninggal dunia terlebih dahulu agar dapat diziarahi”. Mengingat pesan tersebut,
maka MURAT Datuk Bandaro ke - 1 pun segera mengirimkan berita tersebut kepada
Datuk Simpono Dipoco di Subayang dan Datuk Simpono Mulio di Kuantan.
Mendengar berita tersebut, maka berangkatlah masing-masing rombongan dari
kedua daerah tersebut. Dari Kuantan, RABAH Datuk Simpono Mulio bersama dengan
kemenakannya SULIM Datuk Jambang Mulio berangkat menuju Koto Lowe Intuak dengan
rute menyusuri sungai
Lembu dari hulu arah ke hilir, kemudian mereka singgah disuatu tempat Bukit
Batu, dan mendirikan balai-balai untuk peristirahatan, dan keesokan harinya
meraka melanjutkan perjalanan menuju Koto Lowe Intuak.
Sedangkan dari Subayang, MURSID Datuk Simpono Dipoco didampingi oleh
anaknya yang bernama MAS’UD pun berangkat menuju Koto Lowe Intuak dengan
melalui jalur darat arah ke hulu sungai Tapi, dari hulu sungai Tapi kemudian
mereka menyusuri ke arah hilir hingga mencapai muara sungai Tasam, kemudian
menyusuri sungai Tasam tersebut kearah hulu dan terus menuju ke sungai Intuak,
sesampai di sungai Intuak terus ke arah hilir dan sampailah mereka ke Koto Lowe
Intuak, disana merka disambut oleh MURAT Datuk Bandaro ke - 1, SAID Datuk Majo
ke – 1 dan juga RABAH Datuk Simpono Mulio serta kemenakannya SULIM Datuk
Jombang Mulio yang telah sampai terlebih dahulu.
Setelah semuanya berkumpul dan duduk bersama, maka diambillah kata sepakat
bahwasanya mereka akan menambak makam / kuburan MAKMUM Datuk Simpono Rajo
Dipoco. Sesuai dengan kata sepakat, maka MURAT Datuk Bandaro ke – 1 dari
Singingi menambak bagian tengah kuburan, MURSID Datuk Simpono Dipoco dari
Subayang menambak bagian kanan kuburan dan RABAH Datuk Simpono Mulio dari
Kuantan menambak bagian kiri kuburan. Setalah acara penambakan selesai,
selanjutnya MURAT Datuk Bandaro ke -
1 menanamkan tongkat “SIMAMBU” milik MAKMUM
Datuk Simpono Rajo Dipoco diatas kuburan tersebut, karena ini adalah merupakan
wasiat dari MAKMUM Datuk Simpono Rajo Dipoco. Penanaman tongkat SIMAMBU ini
disaksikan oleh MURSID Datuk Simpono Dipoco dari Subayang dan RABAH Datuk
Simpono Mulio dari Kuantan. Dan
tongkat SIMAMBU itu masih hidup dan
tumbuh hingga saat sekarang,
dan inilah yang disebut dengan “MAKAM
TIGO JURAI”.
Setelah acara penambakan kuburan tersebut selesai, MURSID Datuk Simpono
Dipoco beserta anaknya MAS’UD dan RABAH Datuk Simpono Mulio beserta
kemenakannya SULIM Datuk Jombang Mulio pun kembali ketempat asal mereka
masing-masing.
MURSID Datuk Simpono Dipoco beserta anaknya MAS’UD, merekapun kembali ke
Subayang dengan mengikuti jalur yang sama sewaktu kedatangan mereka. Dan dalam
perjalanan pulang tersebut MAS’UD melihat suatu daerah yang memiliki dataran
yang luas, tanahnya subur dan memiliki sungai yang jernih, sehingga dia berniat
dan bermaksud pada suatu saat nanti akan pindah dan menetap di kawasan ini.
5. TERBENTUKNYA
KAMPUNG GUNUNG BALAI
Pada tahun itu juga yaitu
tahun 1484 RABAH Datuk Simpono
Mulio beserta kemenakannya SULIM Datuk
Jambang Mulio kembali ke Kuantan dengan mengikuti jalur yang sama sewaktu
kedatangan mereka, dan merekapun singgah dan beristirahat di Balai-balai pada
bukit batu yang dibuatnya dulu. Keesokan harinya RABAH Datuk Simpono Mulio pun
berangkat menuju Kuantan, sedangkan kemenakannya SULIM Datuk Jambang Mulio
meminta izin untuk tinggal dan menetap di situ. Dan kemudian SULIM Datuk
Jambang Mulio pun membuat suatu kampung disitu yang dinamakan dengan “GUNUNG BALAI”.
No comments:
Post a Comment