BAB VIII
SEJARAH HIJRAHNYA PETUAN GADIS NAN HALUS PUTI RENO SORI
A. PENYERAHAN
KEKUASAAN RANTAU SINGINGI DARI DATUK BANDARO KE 10 (DATUK
KHALIFAH KE 8) KEPADA PETUAN GADIS NAN HALUS PUTI RENO
SARI
Yang
Dipertuan Gadis Puti Reno Sori
atau biasa juga dipanggil Yang Dipertuan
Gadis Nan Halus (Tuan Gadih
Pagaruyung XII) adalah adik kandung dari Raja Alam Pagaruyung Yang Dipertuan Sultan Tangkal Alam
Bagagarsyah atau juga dikenal dengan Yang
Dipertuan Hitam. Ia menikah dengan
seorang laki-laki bernama Abdul Jalil
yang juga merupakan kemenakan ayahnya yang bernama Yang Dipertuan Patah.
Pada masa berkobarnya perang
Padri (1803-1838 M) dibumi Minangkabau antara kelompok ulama atau Kaum Padri dengan Kaum Adat, membuat Yang
Dipertuan Gadis Puti Reno Sori dan suaminya harus mengungsi dan menyelamatkan
diri ke Sumpur Kudus (Kab. Sijunjung, Sumatra Barat). Masa ini adalah masa yang
paling kelam dalam sejarah Istana Pagaruyung. Pembunuhan, pembantaian dan
perburuan secara besar-besaran terus dilakukan terhadap seluruh kerabat Diraja
Pagaruyung oleh kaum paderi dibawah pimpinan Tuanku Lelo.
Sultan
Abdul Jalil Yang Dipertuan Sembahyang II adalah pengganti Raja Alam Minangkabau Yang Dipertuan Sultan Tangkal Alam Bagagarsyah setelah Yang
Dipertuan Sultan Tangkal Alam Bagagarsyah ditangkap dan diasingkan ke betawi
pada Tanggal 2 Mei 1833 M dengan tuduhan melakukan pemberontakan dan
pengkhianatan terhadap kekuasaan kolonial Belanda
Sebelum menduduki tahta Raja
Alam Pagaruyung, pada usia yang sangat
muda yaitu pada tahun 1821 Sultan Abdul Jalil Yang Dipertuan Sembahyang II telah
dinobatkan sebagai Raja Ibadat di Sumpur Kudus, Tak lama kemudian pada tahun
1825 diapun dinobatkan sebagai Raja Adat di Buo dan jabatan raja ibadat tetap
dipangkunya. Pada tahun 1833 Sultan Abdul Jalil Yang Dipertuan Sembahyang II dikawinkan
dengan Yang Dipertuan Gadih Puti Reno Sori dengan status permaisuri dan pada
tahun 1834 di Sumpur Kudus melahirkan seorang anak perempuan yang bernama Puti
Reno Sumpu (Tuan Gadih Pagaruyung XIII)
atau dikenal juga dengan nama Yang Dipertuan
Gadis Bungkuak karena diusia tuanya bungkuk atau dikenal juga dengan nama Yang Dipertuan Gadis Berbulu Lidah
karena lidahnya berbulu. Setelah Belanda menangkap dan mengasingkan Sultan
Alam Bagagarsyah Yang Dipertuan Raja Alam Pagaruyung pada tahun 1833, secara
otomatis Sultan Abdul Jalil Yang Dipertuan sembahyang II memegang kekuasaan
Raja Alam Pagaruyung. Dengan Demikian Sultan Abdul Jalil Yang Dipertuan
Sembahyang II adalah orang pertama dari kerabat Diraja Pagaruyung yang
menduduki tiga tahta dari Raja Nan Tigo Selo.
Pada tahun 1840 Belanda
mengajak Sultan Abdul Jalil Yang Dipertuan Sembahyang II untuk berunding di
Limo Kaum Batusangkar, dalam perundingan itu Belanda mengusulkan agar Sultan
Abdul Jalil kembali bertahta di Pagaruyung dan akan dibangun istana yang megah
dan diberi tunjangan sebesar 2.000 gulden tiap bulannya. Sultan Abdul Jalil
Yang Dipertuan Sembahyang II mengajukan syarat, dia baru mau berunding
membicarakan hal tersebut setelah kakak sepupunya dikembalikan ke Pagaruyung.
Belanda secara tegas menolak persyaratan tersebut dan akhirnya perundingan itu
bubar tanpa hasil. Sultan Abdul Jalil Yang Dipertuan Sembahyang II kembali
ke tempat pengungsiannya di Sumpur Kudus. Kemudian Beliau kembali didaulat
oleh Basa Ampek Balai dan
Datuak Bandaro Kuniang Limo Kaum untuk mempertimbangkan tawaran Belanda
tersebut. Tapi secara tegas beliau menjawab dengan ucapan “ Denai indak akan manjua Ranah Minang ko
untuak mandape’an kasanangan duniawi apo lai mengorbankan rakyat, memang gadang
tunjangan 2.000 gulden tio’ bulannyo yang diagiah dek Belando tapi katahuilah
akan jauah balipek gando yang dipunguik dek balando dari rakyat, oleh sebab itu
bialah denai malanjui’an palawananko terhadap Balando dari Sumpur Kudus”. Sebagai
sikap tegas Sultan Abdul jalil Yang Dipertuan Sembahyang II tersebut maka
Belanda mendirikan benteng dan pusat perlawanan di Buo, dari situlah Belanda
secara sistematis baik melalui serangan-serangan bersenjata maupun politik adu
domba menekan perlawanan Sultan Abdul Jalil Yang Dipertuan Sembahyang II dari
Sumpur Kudus. Akibat tekanan terus menerus dari Belanda akhirnya Sultan Abdul
jalil Yang dipertuan Sembahyang II memindahkan pusat pemerintahan di
pengungsian ke Muara Lembu – Rantau Singingi (Kab. Kuantan Singingi).
Hijrahnya
Yang Dipertuan Gadis Puti Reno Sori atau Yang Dipertuan Gadis Nan Halus (Tuan
Gadih Pagaruyung XII) dan suaminya Sultan Abdul
Jalil Yang Dipertuan Sembahyang II beserta keluarga dan rombongannya
dari Sumpur Kudus ke Muaralembu - Rantau Singingi terjadi sekitar tahun 1841 M.
Sesampainya di Muaralembu - Rantau Singingi Yang Dipertuan Gadis Puti Reno Sori beserta rombongan langsung
disambut oleh MAZMUR DATUK BANDARO 10 (DATUK KHALIFAH 8) (yang juga merupakan kerabatnya)
dan DATUK JALO SUTAN serta DATUK NAN BATUJUH, dan dengan demikian secara
otomatis pimpinan Pemerintahan Adat Rantau Singingi langsung diserahkan kepada
Yang Dipertuan Gadis Puti Reno Sori dan saat itu juga gelar DATUK KHALIFAH 8
dilepaskan oleh MAZMUR DATUK BANDARO 10, selain itu suami Yang Dipertuan Gadis
Puti Reno Sori yaitu Sultan Abdul Jalil Yang
Dipertuan Sembahyang II tetap bertahta sebagai Raja Alam, Raja Adat dan Raja
Ibadat serta memegang pucuk pimpinan Dinasti Kerajaan Pagaruyung.
Selang beberapa waktu,
akhirnya putri mahkota satu-satunya yang bernama Yang Dipertuan Gadis Puti Reno Sumpu
menikah dengan Tuanku Ismail bergelar Yang Dipertuan Gunung Hijau seorang
raja dari kerajaan Gunung Sahilan Darussalam. Dari perkawinan ini lahirlah
seorang anak perempuan yang bernama Puti
Reno Sultan Abdul Majid, dan nama ini ternyata sudah disediakan jauh-jauh
hari sebelumnya karena mereka sangat mengharapkan seorang anak laki-laki.
B.
RENCANA
PEREBUTAN KEKUASAAN OLEH RAJA BUJANG DAN PENGKHIANATAN DATUK GODANG
Dalam masa kepemimpinan Yang
Dipertuan Gadis Puti Reno Sori, sekitar tahun 1860 M seseorang yang berasal
dari Minangkabau yang bernama Raja Bujang datang ke Rantau Singingi dengan
maksud menggulingkan Yang Dipertuan Gadis Puti Reno Sori. Jalur kedatangan Raja Bujang ini dari Minangkabau adalah
melalui Rantau Subayang dan terus kearah hilir hingga sampai di muara sungai
Singingi tepatnya di Tanjung Pauh. Disitu beliau bertemu dengan Orang Godang
Duo Sakoto Tanjung Pauh yaitu Datuk Jalo Sutan dan Datuk Temenggung. Dalam
pertemuan tersebut Raja Bujang berusaha membujuk, merayu, mempengaruhi dan
mengadu domba mereka dan mengatakan bahwasanya Yang Dipertuan Gadis Puti Reno
Sori tidak pantas menjadi Raja atau Pemimpin Adat Rantau Singingi, tetapi yang
tepat dan yang pantas itu adalah dirinya. Setelah mendengarkan perkataan Raja
Bujang yang seperti itu, Orang Godang Duo Sakoto Tanjung Pauh yaitu Datuk Jalo
Sutan dan Datuk Temenggung serta yang lainnya menolak dengan tegas semua
perkataan Raja Bujang Tersebut, dan kemudian melaporkannya kepada Datuk Bandaro
di Tanah Kerajaan Muaralembu dan juga memberitahukan kepada Orang Godang yang
ada disetiap koto di Rantau Singingi, dan merekapun menolak keberadaan Raja
Bujang di Tanjung Pauh.
Karena kehadirannya tidak
diterima oleh Orang Godang Duo Sakoto Tanjung Pauh, maka kemudian Raja Bujang
meneruskan perjalanannya kearah hulu sungai Singingi dan kemudian singgah di
Koto Baru, Disinipun beliau tidak diizinkan singgah oleh Orang Godang Duo
Sakoto dan penghulu yang ada di Koto Baru. Mendapat penolakan seperti itu
akhirnya Raja Bujang pun melanjutkan perjalanannya menuju Tanah Kerajaan
Muaralembu. Sesampainya di Tanah Kerajaan Muaralembu, kehadirannya pun langsung
ditolak oleh Yang Dipertuan Gadis Puti Reno Sori. Setelah mendapatkan penolakan
dari Yang Dipertuan Gadis Puti Reno Sori akhirnya Raja Bujang pun meninggalkan
Tanah Kerajaan Muaralembu dan melanjutkan perjalan kearah hulu sungai lembu
yaitu ke Koto Rambahan.
Sesampainya di Koto Rambahan
Raja Bujang pun mejumpai Datuk Godang yang merupakan pimpinan adat di luak
tersebut. Setelah bertemu dengan Datuk Godang, Raja Bujang berusaha membujuk
dan meyakinkannya agar diberi izin untuk tinggal di koto Rambahan dan beliaupun
menyampaikan bahwasanya kalau beliau diberi izin untuk tinggal beliau akan
mengajarkan ilmu agama islam dan akan membangun surau di koto Rambahan ini.
Setelah mendengarkan penjelasan dan bujuk rayu dari Raja Bujang ini maka
akhirnya Datuk Godang pun mengizinkan Raja Bujang untuk tinggal dan menetap di
Koto Rambahan.
Akhirnya berita inipun sampai
kepada Yang Dipertuan Gadis Puti Reno Sori dan DATUK NAN BADUO. Kemudian Yang
Dipertuan Gadis Puti Reno Sori menitahkankan kepada DATUK NAN BADUO, dan DATUK
NAN BADUO memerintahkan DATUK MAJO GARANG (JOGANG) sebagai pimpinan Dubalang
Rantau Singingi untuk menyampaikan pesan kepada DATUK BESAR Subayang bahwasanya
Raja Bujang ingin menggulingkan kekuasaan Yang Dipertuan Gadis Puti Reno Sori,
dan oleh karena itu mohon bantuan dari DATUK BESAR Subayang.
Mendapatkan kabar dan
penjelasan seperti itu, akhirnya DATUK BESAR Subayang mengirimkan Dubalang dan
pasukannya kemudian berkumpul di Tanah Kerajaan Muaralembu Rantau Singingi.
Setelah menunggu waktu yang tepat, akhirnya Yang Dipertuan Gadis Puti Reno Sori
beserta DATUK NAN BADUO pun memerintahkan penyerangan. Waktu penyerangan itupun
dipilih sesaat sebelum pelaksaan prosesi pengangkatan Raja Bujang Sebagai Guru
dan sebagai pimpinan pemerintahan di Koto Rambahan. Dan pada saat itulah
rombongan Dubalang dari Tanah Kerajaan yang dipimpin oleh DATUK MAJO GARANG
(JOGANG) dan SUTAN LARANGAN tiba-tiba muncul ditengah acara tersebut. Ditempat
dan disaat itulah SUTAN LARANGAN menyampaikan kepada Raja Bujang bahwasanya
Raja Bujang tidak dizinkan atau dilarang untuk tinggal di Koto Rambahan yang
merupakan bagian dari wilayah Rantau Singingi dibawah kekuasaan Yang Dipertuan
Gadis Puti Reno Sori dan DATUK NAN BADUO. Setelah mendengarkan perkataan dari
SUTAN LARANGAN akhirnya Raja Bujang pun melarikan diri kewilayah hulu sungai
Lembu dan kemudian diikuti oleh Datuk Godang beserta anak cucu kemenakannya
yang melarikan diri ke daerah Kuantan.
Beberapa waktu kemudian Yang
Dipertuan Gadis Puti Reno Sori bertitah kepada DATUK NAN BADUO agar DATUK NAN
BADUO menyampaikan kepada DATUK MANGKUTO SINARO supaya DATUK MANGKUTO SINARO
segera menjemput kemenakannya yaitu Datuk Godang beserta anak cucu kemenakannya
supaya kembali ke Koto Rambahan dan agar dapat menyusun kembali pemerintahan dan
segera menyampaikan permohonan maaf kepada Yang Dipertuan Gadis Puti Reno Sori
dan DATUK NAN BADUO.
C. PENYERAHAN
KEMBALI KEKUASAAN RANTAU SINGINGI DARI PETUAN GADIS NAN HALUS PUTI RENO SARI KEPADA DATUK DATUK BANDARO KE 11
(DATUK KHALIFAH KE 9)
Setelah berakhirnya masa
perang Paderi, dan seiring perjalanan waktu, pada tahun 1869 M Basa Ampek Balai
serta Niniak Mamak Nan Batujuah dari Pagaruyung dengan persetujuan residen
Belanda di Padang akhirnya bersefakaat untuk menjemput Yang Dipertuan Gadis
Puti Reno Sori dan suaminya Sultan Abdul Jalil Yang
Dipertuan Sembahyang II beserta anaknya Yang Dipertuan Gadis Puti Reno
Sumpu di Muaralembu – Rantau Singingi untuk kembali ke Pagaruyung. Sesampainya rombongan
tersebut di Tanah Kerajaan Muaralembu – Rantau Singingi dan bertemu dengan Yang
Dipertuan Gadis Puti Reno Sori dan suaminya Sultan
Abdul Jalil Yang Dipertuan Sembahyang II serta anaknya Yang Dipertuan
Gadis Puti Reno Sumpu kemudian menyampaikan
maksud kedatangannya adalah untuk menjemput mereka agar kembali ke Pagaruyung
untuk membangun dan menata kembali pusat kerajaan yang sudah hancur lebur
akibat perang saudara atau perang Paderi.
Mendengarkan
penjelasan tersebut dan setelah mempertimbangkan segala sesuatunya, akhirnya Yang Dipertuan Gadis Puti Reno Sori dan
suaminya Sultan Abdul Jalil Yang Dipertuan
Sembahyang II pun bertitah :
1. Sultan Abdul Jalil Yang
Dipertuan Sembahyang II menyerahkan
kekuasaannya sebagai Raja Alam, Raja Adat dan Raja
Ibadat Pagaruyung kepada anaknya Yang Dipertuan Gadis Puti Reno Sumpu (Tuan
Gadih Pagaruyung XIII).
2. Yang Dipertuan Gadis Puti Reno Sori atau
Yang Dipertuan Gadis Nan Halus (Tuan Gadih Pagaruyung XII) menyerahkan kekuasaannya sebagai
pimpinan adat Rantau Singingi kepada
ABDUL RAHMAN DATUK BANDARO 11 dan melekatkan kembali gelar DATUK KHALIFAH 9 kepadanya.
3. Memerintahkan anaknya Yang Dipertuan
Gadis Puti Reno Sumpu (Tuan Gadih Pagaruyung XIII) beserta suaminya Tuanku
Ismail bergelar Yang Dipertuan Gunung Hijau untuk kembali ke Pagaruyung dan
membangun kembali Istana Kerajaan dan menata kembali sistem pemerintahan.
Mendapatkan titah seperti
itu, maka berangkatlah Yang Dipertuan Gadis Puti Reno Sumpu (Tuan Gadih
Pagaruyung XIII) dan suaminya Tuanku Ismail bergelar Yang Dipertuan Gunung
Hijau beserta juga dengan anaknya seorang puteri yang bernama
Puti Sutan Abdul Majid dan
juga beserta rombongan lainnya menuju Pagaruyung. Dalam perjalanan pulang
menuju Pagaruyung tersebut, terjadi pengkhianatan yang dilakukan seorang
bernama Umar Atuak Kancia dengan maksud menggagalkan upaya penjemputan Yang
Dipertuan Gadis Puti Reno Sumpu (Tuan Gadih Pagaruyung XIII) tersebut, namun pengkhianat
itu berhasil dibunuh oleh Datuak Bijayo dan Datuak Rajo Aceh. Setelah kembali
ke Pagaruyung Yang Dipertuan Gadis Puti Reno Sumpu (Tuan Gadih Pagaruyung XIII)
membangun kembali istananya di Balai Janggo di bekas Istana Silinduang Bulan
yang dibumihanguskan oleh pasukan Padri pada tahun 1821 M. Untuk menunjang
kehidupan keluarga Yang Dipertuan Gadis Puti Reno Sumpu (Tuan Gadih Pagaruyung
XIII) Belanda memberinya tunjangan Onderstand. Disebabkan suaminya Tuanku
Ismail bergelar Yang Dipertuan Gunung Hijau, adalah Raja kerajaan Gunung
Sahilan tidak dapat berlama-lama meninggalkan kerajaannya dan akhirnya ia
kembali ke Gunung Sahilan dan merekapun akhirnya bercerai. Setelah bercerai
kemudian Yang Dipertuan Gadis Puti Reno Sumpu (Tuan Gadih Pagaruyung XIII) menikah dengan perdana Mentrinya yaitu
Sultan Mangun gelar Datuak Bandaro Putiah Tuanku Penitahan
Sungai Tarab. Sultan Mangun adalah anak dari Daulat Yang Dipertuan Raja
Alam Pagaruyung Sultan Alam Bagagarsyah (mamak kanduang dari Yang Dipertuan
Gadih Puti Reno Sumpu) dan kemudian melahirkan anak yang bernama Puti Reno
Saiyah gelar Yang Dipertuan Gadih Mudo. Yang Dipertuan Gadis Puti Reno Sumpu
(Tuan Gadih Pagaruyung XIII) akhirnya meninggal dunia di Pagaruyung pada tahun
1912 dalam usia 76 tahun.
Seiring dengan kepulangan
anak dan menantunya ke Pagaruyung, Yang
Dipertuan Gadis Puti Reno Sori dan suaminya Sultan Abdul Jalil Yang Dipertuan
Sembahyang II yang memilih tetap
tinggal di Tanah Kerajaan Muaralembu – Rantau Singingi juga menyerahkan kekuasaannya
sebagai pimpinan adat Rantau Singingi
kepada ABDUL RAHMAN DATUK BANDARO
11 dan melekatkan kembali gelar DATUK
KHALIFAH 9 kepadanya. Dan pada tahun 1898 M Yang Dipertuan Gadis Puti Reno Sori atau Yang Dipertuan Gadis Nan Halus (Tuan
Gadih Pagaruyung XII) meninggal dunia, dan dikebumikan disamping “Rumah
Dalam” Tanah Kerajaan Muaralembu – Rantau Singingi.
Makam
Yang Dipertuan Gadis Puti Reno Sori atau Yang Dipertuan Gadis Nan Halus (Tuan
Gadih Pagaruyung XII) di Muaralembu – Singingi.
Dan sebelumnya, yaitu pada
tahun 1869 suaminya Sultan Abdul Jalil Yamtuan Garang Yang Dipertuan
Sembahyang II berangkat menuju Singapura guna meneruskan perjalanan ke tanah suci untuk
menunaikan ibadah haji, akan tetapi dalam perjalanannya yang ia tempuh melalui
sungai Kuantan kearah hilir itu beliau mengalami sakit dan pada akhirnya beliau
meniggal dunia kemudian dimakamkan di negeri Cerenti.
No comments:
Post a Comment