Monday, January 20, 2014

PENDAHULUAN

BAB I
PENDAHULUAN

Adat Rantau Singingi adalah merupakan aturan hidup dalam bermasyarakat yang digunakan oleh seluruh masyarakat Rantau Singingi yang dibentuk dan disusun oleh leluhurnya yaitu Datuk Parpalik Nan Sabatang dan Datuk Katamanggungan melalui Datuk Bandaro. Ajaran-ajaran yang terkandung didalamnya membedakan dengan tajam dan nyata perilaku dan perbuatan antara manusia dan hewan, yang berdasarkan kepada ajaran-ajaran berbudi pekerti baik dan bermoral mulia antara sesama manusia dan alam lingkungannya.
Dalam pepatah adat itu sendiri telah mengatakan bahwa “Sawah diagiah bapamatang, Ladang dibori bamintalah, Ndak babeso tampurung dengan sadah, Ndak babikeh minyak dengan aie”. Artinya, adat itu mengatur tata kehidupan masyarakat, baik secara perorangan maupun secara bersama dalam setiap tingkah laku dan perbuatan yang berdasarkan kepada budi pekerti yang baik dan akhlak yang mulia, sehingga setiap pribadi dapat merasakan kedalam dirinya sendiri apa yang dirasakan oleh orang lain seperti dalam pepatah adat pun mengatakan “Bak adat bapighik kulit, Sakik dek awak sakik dek urang, Sonang dek awak sonang dek urang, Elok dek awak katuju dek urang”.
Berbicara mengenai adat Rantau Singingi haruslah dilihat secara menyeluruh, karena adat Rantau Singingi adalah satu kesatuan dari keseluruhan. Walaupun pada dasarnya adat Rantau Singingi ini terdiri dari empat jenis, namun satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan karena teridiri dari “Adat nan babuhua mati” dan “Adat nan babuhua sentak”.
Adat nan babuhua mati adalah merupakan hukum dasar baik tentang ketentuan-ketentuan pokok dari adat nan diadatkan oleh nenek moyang maupun tentang aturan-aturan pelaksanaan dari yang disebut Adat nan babuhua sentak. Adat nan babuhua mati adalah aturan-aturan adat yang tidak bisa diubah-ubah walaupun dengan kata mufakat sekalipun, seperti pepatah mengatakan “Tak lokang dek paneh, Tak lapuak dek hujan, Dianjak takkan layu, Dibubuik takkan mati, Dibasuah bahabi aie, Dikiki bahabi bosi”.
Dan Adat nan babuhua sentak adalah aturan-aturan yang dibuat berdasarkan kata mufakat dari pemuka-pemuka adat Rantau Singingi. Disetiap koto boleh diubah dan berbeda asalkan berdasarkan kesepakatan pula, seperti pepatah mengatakan “Lain lubuak lain ikanyo, Lain padang lain belalangnyo, Lain koto lain adatnyo”.
Dan berdasarkan pepatah adat, jelas dinyatakan bahwa adat Rantau Singingi itu mempuyai aturan yang membedakan antara manusia dengan hewan dalam tingkah laku dan perbuatan, maka jelaslah bahwa adat itu dapat mengatur kehidupan manusia dari hal-hal yang kecil seperti misalnya bagaimana seharunya cara seseorang itu duduk, berjalan, berbicara, makan, minum, melihat, memanggil yang tua dan yang muda, yang besar dan yang kecil dengan tetap berlandaskan kepada “Elok dek awak katuju dek urang”, sekali-kali janganlah bertingkah atau berbuat hanya untuk mementingkan dan kepentingan sendiri, hingga kepada masalah yang lebih besar dan luas seperti misalnya mengatur tentang pentingnya hubungan sesama manusia, baik secara perorangan maupun bermasyarakat dan dengan tetap berlandaskan “Elok dek awak katuju dek urang” atau “Nan kuriak iyolah kundi, Nan merah iyolah sago, Nan baik iyolah budi, Nan indah iyolah baso”.
Adat Rantau Singingi juga sangat mengatur tentang pentingnya mewujudkan persatuan yang merupakan kekuatan dan modal dalam hidup bermasyarakat. Hal ini dimulai dari lingkungan yang kecil sampai ke lingkungan yang lebih besar dan luas. Seperti halnya hubungan didalam sebuah keluarga, hubungan antara keluarga satu dengan keluarga yang lain, hubungan antara kampung satu dengan kampung yang lain, atau hubungan antara suku yang satu dengan suku yang lain. Dan apabila persatuan itu telah terwujud sebagaimana mestinya maka seperti “Saciok bak ayam, Sadonciang bak bosi, Sakobek bak lidi, Sarumpun bak sorai, Salubang bak tabu, Satandan bak pisang”, tinggallah lagi bagaimana kita bisa mepergunakan kekuatan tersebut.
Oleh karena itu, dalam hal ini sangatlah diperlukan prinsip musyawarah untuk mencari mufakat sehingga dapat menjadikan persatuan didalam masyarakat lebih berdaya guna dan berhasil guna. Dengan demikian maka jelaslah bahwa sebelum agama Islam masuk ke Rantau Singingi, aturan-aturan yang ada didalam adat Rantau Singingi itu telah didasarkan kepada budi pekerti yang baik dan akhlak yang luhur, saling hormat menghormati, cinta mencintai dan tolong menolong serta prinsip dasar demokrasi yaitu musyawarah untuk mufakat. Dan berdasarkan prinsip-prinsip inilah masyarakat Rantau Singingi dapat mencapai tujuan bersama yaitu “Bumi sanang pada menjadi”.
Kemudian setelah agama Islam masuk ke Rantau Singingi dan setelah masyarakatnya memeluk agama islam, ajaran-ajaran yang terdapat dalam adat tidak pernah bertentangan dengan  ajaran-ajaran yang terkandung dalam agama islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah, bahkan tidak sedikit ajaran-ajaran adat itu sejalan dengan ajaran-ajaran dari agama islam, oleh karena itu maka lahirlah suatu istilah dalam adat Rantau Singingi itu yang berbunyi “Adat basandi syarak, Syarak basandi Kitabullah”, “Syarak mangato, Adat Mamakai”.
Dengan masuk dan memeluk agama islamnya masyarakat Rantau Singingi adalah merupakan suatu berkah dan rahmat dari Allah SWT, bukan hanya kepada masyarakatnya tetapi juga terhadap adatnya, sehingga menjadikan adat Rantau Singingi semakin kuat dan kokoh, seperti yang dikiaskan dalam pepatah adat “Rumah godang basondi batu, Kuat rumah karono sondi, Rusak sondi rumah binaso”.
Setelah masyarakat Rantau Singingi memeluk agama islam, dan seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan islam, selanjutnya adat Rantau Singingi memiliki lima ajaran pokok, yaitu :
1.   Kaidah yang mengatur hubungan antara manusia dengan Khaliqnya,
2.   Kaidah yang mengatur hubungan manusia dengan manusia,
3.   Kaidah yang mengatur tentang menjalin dan membina persatuan,
4.   Kaidah yang mengatur untuk tetap memegang teguh prinsip musyawarah dan mufakat, 
5.    Kaidah yang mengatur tentang cara untuk mencapai suatu tujuan agar tetap menggunakan keempat kaedah tersebut diatas.
Kelima macam kaedah atau ajaran adat tersebut diatas kemudian dihimpun dalam suatu pepatah adat yang berbunyi “Syarak mangato, Adat mamakai, Comin nan indak kabua, Palito nan indak padam”. 
Dan selain itu ada pula pepatah adat yang mengatakan  ”Waris dari pada Nabi,  Syarak Mengato, Adat memakai, Adat dipakai Limbago di tuang, Gelar diwariskan pisoko di tolong, Basurau bamasjid, Babalai bagonjong, Bajalan lurui bakato bonar, Menghukum Adil ”.
             Insya Allah, dengan selesainya penulisan buku ini semoga para pembaca yang budiman dapat menemukan dan mengetahui lebih mendalam tentang adat Rantau Singingi yang dalam penulisannya kami tetap berpedoman dan berdasarkan “Nan kuriak iyolah kundi, Nan merah iyolah sago, Nan baik iyolah budi, Nan indah iyolah baso” .

No comments: